Monday, 12 December 2016

KULTUM : KISAH PENJUAL BAKSO TELADAN



KISAH PENJUAL BAKSO TELADAN


Bismillahirrahmanirrahim….
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh……

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

Alhamdulilah Puji Syukur Kepada Allah SWT yang memberikan kita Nikmad dan Karunianya sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk berjumpa kembali dalam acara Kultum Ramadhan Riau Televisi. Semoga kegiatan kita ini dicatat oleh Allah SWT dan menjadi amal ibadah kita. AMin….
Pada pertemuan kali ini, saya akan mengisahkan tentang seorang penjual bakso yang teladan. Mudah-mudahan kisah yang akan saya sampaikan ini akan memberikan hikmah dan pencerahan bagi kita semua…

Dikisahkan pada suatu sore, seorang pemuda sedang mengurus tanaman di depan rumahnya, sambil memperhatikan beberapa anak asuhnya yang sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik-rintik pun menyertai di sore tersebut.

Di kala tangan si Pemuda sedikit berlumuran tanah kotor, terdengar suara tek…tekk.. .tek…suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka keringat…, pemuda tersebut menghentikan tukang bakso yang lewat itu dan memesan beberapa mangkok bakso untuknya serta untuk anak-anak asuhnya. Selesai makan bakso, lalu pemuda tersebut membayarnya kepada tukang bakso..

Ada satu hal yang menggelitik fikiran si Pemuda disaat pemuda tersebut membayar bakso tersebut. Si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue semacam celengan.

Lalu pemuda tersebut bertanya atas rasa penasaran kepada si tukang bakso...

“Mang kalo boleh tahu, kenapa uang-uang itu pisahkan? Barangkali ada tujuan?” kata si pemuda….

“Iya pak, memang sengaja saya memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung hampir 17 tahun, jawab si tukang bakso.

Tujuannya sederhana saja.. hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain/amal ibadah, dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman seorang muslim”. Ucap si tukang bakso kepada si pemuda.

“Maksudnya…?”, pemuda tersebut melanjutkan pertanyaannya.

Dengan lembut dan penuh senyum si tukang bakso menjawab kembali pertanyaan dari si pemuda…

“Iya Pak.. kan agama dan islam menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan sesama. Sengaja saya membagi 3 tempat, dengan pembagian sebagai berikut : Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari untuk keluarga

Kemudian uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso saya selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja….

Selanjutnya uang yang masuk ke celengan, karena saya ingin menyempurnakan agama yang saya pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar, Maka kami sepakat dengan istri bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini kami harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji.. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan ibadah haji.” Jawab si tukang bakso dengan mantap…

Subhanallah ucap si Pemuda…
Hati si pemuda teramat sangat tersentuh mendengar jawaban dari si tukang bakso.

Terus pemuda tersebut melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut :

Begini Mang…Ibadah haji tersebut kan hanya diwajibkan bagi yang mampu, dan termasuk memiliki kemampuan dalam biaya…? Kata si Pemuda.

Si tukang bakso pun menjawab..
“Itulah sebabnya Pak, justru kami malu kepada Allah kalau bicara soal Rezeki karena kami sudah diberi Rezeki. Semua orang pasti mampu kok kalau memang ada niat..?

Menurut saya kata si tukang bakso…Definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, “mampu”, maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita.”

“Masya Allah… sebuah jawaban yang mulia dari seorang tukang bakso”.


Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, bahwa :
“Sesungguhnya Allah berfirman: Aku akan mengikuti prasangka hamba-Ku dan Aku akan senantiasa menyertainya apabila berdoa kepada-Ku” (HR. Bukhari Muslim)

Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.

Semoga cerita ini menjadi bahan renungan dan bahan inspirasi bagi kita semua untuk selalu bersyukur atas rezeki dan nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dan memberikan motivasi kepada kita untuk terus berusaha dan meyakini bahwa Allah SWT akan memberikan jalan-Nya kepada setiap manusia yang senantiasa berusaha menggapai sesuatu di jalan Allah… Wallahu a’lam bisshawab.

Wassalaamu' alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.


No comments:

Post a Comment